TINTA NUSANTARA.CO.ID-Batanghari /jambi— Aturan tinggal tulisan. Satu unit truk tronton roda sepuluh bermuatan batubara kembali menertawakan hukum di Kabupaten Batanghari. Dengan gaya licin dan penuh perhitungan, kendaraan tambang itu sukses menembus jalur umum yang seharusnya steril dari angkutan batubara.
Kendaraan ini sempat berhenti di Desa Olak Jong, Kecamatan Batin XXIV, seolah hanya beristirahat. Namun di balik jeda itu, tercium siasat licik. Rumah makan yang jadi tempat parkir, diduga kuat digunakan sebagai markas kecil koordinasi, menunggu saat yang tepat ketika pengawasan aparat kendor dan jalan sepi dari pantauan.
Begitu situasi dianggap aman, tronton tersebut tancap gas tanpa pengawalan, tanpa hambatan, tanpa rasa takut.
Pertanyaan publik pun menggema: berapa kali kendaraan seperti ini lolos dari pantauan hukum tanpa satu pun tindakan nyata?
Pantauan lapangan Selasa (4/11/2025) pukul 11.00 WIB, menunjukkan tronton itu sudah berada di wilayah Palembang, Sumatera Selatan, bahkan diduga menuju Lampung untuk menyeberang ke Pulau Jawa.
Artinya, kendaraan tambang ini berhasil melintasi beberapa wilayah hukum tanpa ada aparat yang mencegat.
Lalu, di mana fungsi pengawasan dan penegakan aturan tambang lintas provinsi?
Oplus_131072
Wartawan Sigap91news.com, Rudi, telah berupaya mengonfirmasi pihak yang disebut-sebut sebagai pemilik kendaraan, Bos Jon.
Namun seperti yang sudah bisa ditebak, Bos Jon memilih diam.
Pesan konfirmasi resmi yang dikirim pada Selasa siang (4/11) diabaikan begitu saja — bungkam tanpa klarifikasi, tanpa tanggung jawab.
Sementara itu, Kasat Lantas Polres Batanghari, AKP Agung Prasetyo Soegiono, menegaskan bahwa pihaknya siap menindak laporan pelanggaran jika ditemukan di lapangan.
> “Kalau ada informasi yang bersifat urgent, segera sampaikan ke kami supaya bisa langsung kami tindak,” ujar AKP Agung.
“Kami terbuka terhadap masukan dari rekan media agar penanganan cepat dan tepat,” tambahnya.
Namun, di tengah pernyataan normatif itu, tronton batubara tetap melenggang bebas.
Fenomena ini memperlihatkan betapa longgarnya pengawasan dan lemahnya koordinasi antarinstansi.
Ada yang bermain, atau ada yang sengaja membiarkan?
Masyarakat kini menuntut jawaban, bukan janji.
Jika hukum hanya kuat di mulut tapi lumpuh di jalan, Batanghari bukan lagi bicara tentang pelanggaran lalu lintas — ini soal integritas aparat dan harga diri daerah.