Peringati HUT AWI 2 dan Gelar Diskusi Publik

TINTANUSANTARA.CO.ID, Jakarta 7 Maret 2023, bertempat di balai Yos sudarso walikota Jakarta Utara. HUT AWI 2 (Aliansi Wartawati Indonesia) Dalam memperingati perayaan hari ulang tahun nya yang ke 2 yang akan jatuh pada hari puncak nya pada tanggal 8 maret 2023 dan sekaligus memperingati hari Internasional “HARI PEREMPUAN INTERNASIONAL” dan Tema Diskusi Publik “PERAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN ”.

Ketua umum AWI Ibu Andi Mulyati Pananrangi, SE dalam diskusi Publik menyampaikan perempuan dan wanita, kata mana yang lebih tepat digunakan? Mana yang lebih terhormat atau lebih mulia? Makna apa yang membedakan kedua kata itu? Dalam konteks apa masing-masing lazim digunakan? 

Pertanyaan-pertanyaan itu telah membuat perbincangan tentang kata perempuan dan wanita selalu menarik, bahkan lebih menarik daripada pembahasan kata laki-laki dan pria. Perhatian khusus pada kata perempuan dan wanita ini tampaknya dipicu oleh persaingan penggunaan kata-kata itu dalam nama organisasi, jabatan, profesi, dan bahkan julukan kaum hawa. Misalnya, terdapat organisasi perempuan yang menggunakan kata wanita, yang menurut Blackburn (2006) terbesar pada masa Revolusi (1945–1949), yaitu Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari) dan Kongres Wanita Indonesia (Kowani).

Selain itu, kata wanita digunakan juga pada nama organisasi perempuan terpopuler pada masa Demokrasi Terpimpin (1958–1965) dan Orde Baru (1966–1998). Masing-masing adalah Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan Dharma Wanita. Di samping nama organisasi, kata wanita kerap digunakan untuk melabeli profesi dan julukan perempuan, misalnya wanita karier, wanita pengusaha, wanita simpanan, wanita penghibur, dan wanita tunasusila. (Paradigma Jurnal Kajian Budaya Vol 8 No. 1 (2018)

Pertanyaannya mengapa berbagai organisasi itu lebih memilih untuk menggunakan kata wanita daripada perempuan. Padahal, faktanya kata wanita tidak hanya memiliki konotasi positif, tetapi juga negatif. Persaingan pemakaian kata perempuan dan wanita yang lebih menarik lagi terdapat pada nama salah satu lembaga pemerintah Indonesia. Pada masa Orde Baru, salah satu kementerian diberi nama Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (MENUPW). Akan tetapi, nama kementerian itu kemudian diubah: kata wanita digeser oleh perempuan sehingga menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (MenegPP) seiring dengan berakhirnya pemerintahan Orde Baru (sejak 1999). Kata perempuan juga tampaknya sudah lama populer di kalangan para aktivis perempuan sehingga dipilih untuk menamai organisasinya pungkas nya.

Dalam kesempatan itu pula sekjen AWI ibu Minarni dalam tema “PEREMPUAN DI TENGAH KANCAH PERHELATAN POLITIK 2024”

Beliau menyampaikan Peran Perempuan dalam Usaha Kemerdekaan Indonesia 

Perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak hanya dilakukan oleh pejuang laki-laki saja, tetapi juga kaum perempuan. Beberapa tokoh perempuan yang ikut terlibat dalam pertempuran dalam melawan penjajah, misalnya seperti Cut Nyak Dien, Martha Christina Tiahahu, dan masih banyak lainnya. Selain terjun dalam medan pertempuran, sejak awal abad ke-20, banyak terbentuk berbagai organisasi perempuan.

Latar belakang kemunculan organisasi perempuan didorong dengan adanya penerapan kebijakan Politik Etis oleh Belanda. Secara tidak langsung, penerapan kebijakan Politik Etis telah menyadarkan kaum perempuan Indonesia untuk ikut memperjuangkan kesejahteraan bangsa. Kaum perempuan ikut berjuang meraih kemerdekaan Indonesia dengan cara memajukan status perempuan pribumi di bidang sosial, politik, dan pendidikan.

RA Kartini, Pejuang Emansipasi Perempuan Peran perempuan dalam usaha kemerdekaan Melawan penjajah.

Salah satu tokoh perempuan yang ikut bertempur di medan perang melawan penjajah adalah Cut Nyak Dien. Pada 8 April 1873, Perang Aceh resmi dimulai. Cut Nyak Dien, sebagai putri Aceh, pun terdorong untuk ikut melawan Belanda, yang telah membakar tempat ibadahnya. Bersama dengan suami pertamanya, Teuku Ibrahim Lamnga, ia ikut bertarung melawan Belanda di garis depan. Nahasnya, pada 1878, Teuku Ibrahim Lamnga tewas dalam pertempuran. Cut Nyak Dien tidak menyerah, ia terus berjuang melawan Belanda dengan suami keduanya, Teuku Umar. Cut Nyak Dien, yang berjuang hingga akhir hayatnya, mendapat gelar Pahlawan Nasional pada 2 Mei 1964. Tidak hanya Cut Nyak Dien, beberapa tokoh perempuan lain yang juga ikut dalam pertempuran melawan penjajah ialah Nyi Ageng Serang dan Martha Christina Tiahahu.

Tidak sedikit peranan wanita baik di pemerintahan atau di lembaga lembaga lain nya. Di era modernisasi dimana sudah tidak ada lagi kesenjangan sosial antara perempuan dan laki laki dan kesamaan derajad sudah di buktikan dengan berbagai aktifitas dan peranan wanita baik di pemerintahan dan di berbagai tempat kegiatan swasta kepegawaian.

Dan sudah saat nya perempuan perempuan Indonesia harus maju dan ikut ambil peranan, baik di legislatif, yudikatif dan eksekutif ujar moderator yang di pimpin BP Lemens kodongan sekalian selaku pembina AWI. (Hariyanto)

Baca Juga

BERITA TERBARU

Trend Minggu ini