TINTANUSATARA.CO.ID,KALBAR. Rusman Haspian SE,SH Pendiri/Ketua Umum LBHI-PERS. Regional Kalimantan menjelaskan akan Berita yang terindikasi mengacu pada Berita Fitnah yang tak berdasar dan Berita yang sangat tidak sesuai fakta untuk Berita itu telah melanggar, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 5 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk menyampaikan informasi dan ide melalui media massa, tetapi harus sesuai dengan kebenaran dan tidak menyesatkan.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 juga menyatakan bahwa pers memiliki tanggung jawab untuk:
1. Menyampaikan informasi yang akurat dan tidak menyesatkan (Pasal 6).
2. Menghormati hak-hak orang lain dan tidak menyebarluaskan informasi yang tidak sesuai dengan kebenaran (Pasal 7).
Jika berita tidak sesuai fakta, maka dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
Ya, jika berita tidak sesuai fakta dan menyebabkan kerugian atau dampak negatif, maka pelaku dapat dijerat dengan hukuman berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Beberapa pasal yang dapat diterapkan adalah:
1. Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk menyampaikan informasi dan ide melalui media massa, tetapi harus sesuai dengan kebenaran dan tidak menyesatkan.
2. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa pers memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan informasi yang akurat dan tidak menyesatkan.
3. Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menyatakan bahwa setiap orang yang menyebarkan informasi yang tidak benar dan menyesatkan dapat dihukum dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00.
Perlu diingat untuk penulis Berita Sdr Supli yang sudah mencemarkan nama baik Kapolda Kalbar Irjen Pol. Pipit Rismanto, S.I.K., M.H. dan menghimbau mabes Polri untuk segera mengambil tindakan tegas dalam tulisanmu, pertanyaan banyak pihak tindakan tegas seperti apa dan pada siapa? Apa cukup bukti dasar yang kuat untuk tuduhan mu?” Hati-hati Bung” ingat ya” Jika Berita tidak sesuai fakta sudah pasti dapat menyebabkan kerugian atau dampak negatif, untuk momok yang diberitakan” dan ingat yang diberitakan tidak benar oleh Sdr Supli itu Pejabat Tinggi Polri (Kapolda Kalbar red) untuk itu Wartawan pelaku yang saya duga tidak pernah mengikuti uji komunitas kewartawanan dan dari sepak terjangnya bisa saja dan dapat dijerat dengan hukuman berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Beberapa pasal yang dapat diterapkan untuk penulis Berita Hoack dari delikcom mohon dan saya mohon pada waktu yang akan datang kedepannya Media Hebat delik.com agar lebih memperhatikan tentang pemberitaannya harus di kaji pada tiap tulisan,. Agar tidak melanggar pada pasal sebagai berikut :
1. Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk menyampaikan informasi dan ide melalui media massa, tetapi harus sesuai dengan kebenaran dan tidak menyesatkan.
2. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa pers memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan informasi yang akurat dan tidak menyesatkan.
3. Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menyatakan bahwa setiap orang yang menyebarkan informasi yang tidak benar dan menyesatkan dapat dihukum dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000.
dan walau demikian bahwa proses hukum harus dilakukan secara adil dan transparan, serta mempertimbangkan hak-hak dan kewajiban semua pihak yang terkait.
Jika melihat dari sudut pencemaran nama baik petinggi Polri yang ada di kalbar (Kapolda red) jelas proses hukum harus dilakukan ditambah saat menulis berita tidak adanya “konfirmasi” atau “verifikasi”. Namun, dalam konteks jurnalistik, istilah yang lebih tepat adalah “cek fakta” atau “verifikasi fakta”. Apakah anda pikir wartawan tidak dapat dan luput dari Hukuman? Ya, wartawan dapat dihukum jika melakukan pelanggaran hukum dalam menjalankan profesinya. Berikut beberapa contoh pelanggaran hukum yang dapat dilakukan oleh wartawan:
1. Penyebaran berita bohong atau fitnah (Pasal 14 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers)
2. Penyebaran berita yang mengandung unsur SARA (Pasal 15 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers)
3. Penyebaran berita yang mengandung unsur kekerasan atau pornografi (Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik)
4. Pelanggaran hak cipta (Pasal 72 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta)
5. Penyebaran berita yang dapat merugikan kepentingan umum atau negara (Pasal 55 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers)
Jika wartawan melakukan pelanggaran hukum tersebut, maka dapat dihukum dengan pidana penjara atau denda, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku jangan beranggapan bahwa kita/kalian para rekan Media/Wartawan dari Media apa saja tidak ada yang kebal Hukum,. Jadi profesi kita sebagai Wartawan/Jurnalis bukan untuk Arogansi”
Kesalahan dari penulis Berita Hoack tersebut ialah secara Tegas saya nyatakan itu adalah Fitnah , kesalahan berikutnya tidak melakukan
“konfirmasi” atau “verifikasi”. Yang harus menjadi pedoman, dalam konteks langkah jurnalistik, istilah yang lebih tepat adalah “cek fakta” atau “verifikasi fakta”. Karena anda menulis tidak menanyakan langsung kepada wakil atau perwakilan (Humas red) tentang Figur yang disangkakan dalam berita, maka istilah yang lebih tepat adalah ” Tidak dilakukannya konfirmasi langsung” atau “wawancara klarifikasi”.pungkas Rusman Menutup (T-9 Kabut Borneo)