TINTA NUSANTARA.CO.ID-Batang hari/jambi-Ketika berbicara tentang penegak hukum di Indonesia, maka mayoritas masyarakat secara serentak akan menyebutkan Polisi, Jaksa dan Hakim. Masyarakat secara umum hanya mengetahui bahwa yang bisa menegakkan hukum di Indonesia adalah Polisi, Jaksa dan Hakim. Profesi yang sangat populer dan bahkan sering menjadi cita-cita anak bangsa Indonesia, tapi tidak jauh dari profesi tersebut ada satu profesi yang mungkin tidak banyak masyarakat yang tahu atau bahkan tidak pernah tahu sama sekali.
Profesi tersebut adalah Pembimbing Kemasyarakatan atau yang disebut PK dan tempat tugasnya berada di Kantor Balai Pemasyarakatan (Bapas). PK merupakan salah satu profesi di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Di Provinsi Jambi terdapat salah satu Kantor Balai Pemasyarakatan yakni Balai Pemasyarakatan Kelas I Jambi yang beralamat di Jalan Jenderal Basuki Rahmat Kelurahan Paal V Kecamatan Kota Baru Jambi.
Di dalam Pasal 1 Ayat (23), UU No 22 Tahun 2022 tentang Pemasayarakatan dijelaskan bahwa Pembimbing Kemasyarakatan adalah Petugas Pemasyarakatan yang melaksanakan Litmas, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Klien, baik di dalam maupun di luar proses peradilan pidana. Selain itu secara lebih spesifik di Pasal 1 Angka 13, UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dijelaskan bahwa Pembimbing Kemasyarakatan adalah Pejabat Fungsional Penegak Hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap Anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana.
Dari kedua undang-undang tersebut sangat jelas disebutkan bahwa PK merupakan penegak hukum dengan berbagai tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Di dalam KUHP terbaru yakni UU No 1 Tahun 2023 peran PK juga disebutkan dalam pasal 41, 76 dan 85. Di dalam sistem hukum pidana yang ada di Indonesia, PK lebih dominan berperan ketika menangani kasus Anak. Di dalam Pasal 23 Ayat (1) UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dijelaskan bahwa disetiap tingkat pemeriksaan (penyidikan, penuntutan dan persidangan) Anak wajib didampingi oleh PK.
Selain itu PK juga menjadi wakil fasilitator di dalam upaya diversi dengan pihak-pihak terkait di dalam setiap tingkatan baik penyidikan, penuntutan dan pengadilan. Upaya diversi sendiri merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana di luar proses peradilan pidana, sesuai dengan penjelasan Pasal 1 Angka 7 UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Di dalam upaya ini PK sebisa mungkin melakukan pendekatan persuasif kepada pihak korban dan pelaku agar perkara tersebut bisa di selesaikan secara kekeluargaan dengan syarat dan ketentuan yang di sepakati kedua belah pihak.
PK juga harus ada saat sidang anak berlangsung, hal ini karena hakim mewajibkan PK untuk menjadi pendamping anak yang berkonflik dengan hukum. PK berperan untuk membacakan rekomendasi di dalam laporan hasil penelitian kemasyarakatan terkait hukuman yang terbaik bagi anak dan hakim pun wajib mempertimbangkan rekomendasi tersebut dalam memberikan putusan kepada anak yang berkonflik dengan hukum, karena apabila tidak di pertimbangkan maka putusan hakim bisa batal demi hukum. Hal tersebut sangat jelas tercantum di Pasal 55, 57 dan 60 UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Tidak hanya menyangkut anak yang berkonflik dengan hukum, PK juga berperan sangat penting dalam memberikan rekomendasi terkait pemberian program pembinaan, asimilasi dan integrasi kepada warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang terdiri dari tahanan, narapidana dan anak. Semua itu bisa mereka dapatkan setelah syarat administrasinya terpenuhi, dan salah satu syaratnya adalah laporan hasil penelitian kemasyarakatan yang di dalamnya terdapat rekomendasi terkait layak atau tidaknya mereka diberikan asimilasi atau integrasinya.
Selain itu PK juga bisa melakukan pembatalan dan pencabutan terkait asimilasi dan integrasi narapidana ataupun anak. Hal tersebut di lakukan apabila narapidana atau anak melakukan pelanggaran syarat umum atau syarat khusus setelah mendapatkan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM. Semuanya tertulis dengan sangat rinci dan detail di dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2023 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 tentang syarat dan tata cara pemberian remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat.
Narapidana dan anak yang telah mendapatkan hak asimilasi dan integrasi maka selanjutnya akan di sebut sebagai Klien Pemasyarakatan. Klien pemasyarakatan berada dibawah kendali Balai Pemasyarakatan (Bapas), dimana penyusunan program pembimbingan dan pengawasan merupakan tanggung jawab PK. PK membuat program pembimbingan dan pengawasan kepada klien pemasyarakatan melalui penelitian kemasyarakatan (Litmas) dan asesmen yang terdiri dari asesmen Risiko Residivisme Indonesia (RRI) dan Asesmen Kriminogenik.
Dari hasil penelitian kemasyarakatan (litmas) dan asesmen tersebut maka PK bisa memetakan tingkat pengulangan tindak pidana dan kebutuhan-kebutuhan klien pemasyarakatan yang harus dipenuhi. Setelah itu PK mulai melaksanakan program pembimbingan dan pengawasan dengan melibatkan pihak ke tiga, hal tersebut di lakukan agar pembimbingan dan pengawasan terhadap klien pemasyarakkatan lebih maksimal. Karena parameter keberhasilan pembimbingan dan pengawasan adalah ketika klien pemasyarakatan bisa kembali berbaur kedalam masyarakat dengan menjadi pribadi yang lebih baik secara mental, sikap, spiritual dan mempunyai keahlian baru.
Dari beberapa hal yang telah diuraikan, terlihat sangat jelas sekali bahwa PK memiliki peran sentral dalam sistem pemasyarakatan, mulai dari tahap pra ajudikasi, ajudikasi dan post ajudikasi. Hal tersebut juga menunjukan eksistensi dan betapa strategisnya peran PK sebagai penegak hukum yang sejajar dengan Polisi, Jaksa dan Hakim di dalam Sistem Peradilan Pidana yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia.