Tintanusantara, co, idPohuwato – Dugaan keterlibatan oknum pejabat desa dalam praktik Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, kembali mencuat ke ruang publik. Kali ini, sorotan tajam mengarah pada Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Karya Baru, Arianto Tarawe, yang disinyalir terlibat aktif dalam jaringan tambang emas ilegal di wilayah tersebut.
Berdasarkan informasi yang dihimpun media dari sumber terpercaya, Senin (15/12/2025), Arianto Tarawe diduga berperan sebagai pengumpul setoran atau atensi dari para pelaku PETI di Dengilo. Praktik tersebut disebut-sebut dikamuflasekan dengan mengatasnamakan koperasi desa, sehingga memunculkan dugaan serius adanya penyalahgunaan kewenangan dan lembaga desa demi melanggengkan aktivitas tambang ilegal.
Tak berhenti di situ, Ketua BPD tersebut juga disinyalir kerap terlihat bersama sejumlah investor asing asal Tiongkok (China) yang diduga memiliki keterkaitan langsung dengan aktivitas penambangan emas ilegal di kawasan Dengilo. Fakta ini semakin menguatkan dugaan bahwa yang bersangkutan bukan sekadar mengetahui, melainkan ikut terlibat sebagai bagian dari jejaring PETI yang selama ini seolah kebal hukum.
Ironisnya, saat dikonfirmasi awak media melalui sambungan telepon WhatsApp, Arianto Tarawe justru menunjukkan sikap defensif dan bernada menantang. Ia mendesak wartawan untuk membuka bukti sekaligus mengungkap identitas narasumber yang menyebut namanya terlibat dalam praktik PETI.
“Silakan tunjukkan buktinya dan siapa sumbernya, baru saya jawab,” ujarnya singkat.
Sikap tersebut menuai kecaman luas. Desakan agar wartawan membuka identitas narasumber dinilai sebagai bentuk intimidasi terhadap kemerdekaan pers dan bertentangan dengan prinsip konstitusi. Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menjamin hak setiap orang untuk mencari, memperoleh, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi.
Dalam kerja jurnalistik, wartawan juga dilindungi oleh hak tolak, yakni hak untuk tidak mengungkap identitas narasumber demi menjaga keselamatan sumber serta independensi pemberitaan. Permintaan membuka identitas narasumber bukan hanya keliru secara etika, tetapi juga berpotensi melawan hukum.
Publik menilai, sikap Ketua BPD tersebut semakin mempertegas dugaan keterlibatannya. Pasalnya, BPD sejatinya merupakan lembaga pengawas pemerintahan desa dan penyalur aspirasi masyarakat, bukan justru menjadi bagian dari praktik ilegal yang merusak lingkungan dan mengancam keselamatan warga.
Lebih memprihatinkan, hingga berita ini diturunkan, Bupati Pohuwato Saiful Mbuinga terkesan memilih bungkam. Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada Rabu (17/12/2025), orang nomor satu di Pohuwato itu tidak memberikan tanggapan apa pun terkait dugaan keterlibatan Ketua BPD Desa Karya Baru dalam praktik PETI.
Sikap diam tersebut memicu penilaian publik bahwa Bupati Pohuwato diduga tutup mata terhadap persoalan serius yang melibatkan oknum pejabat desa. Padahal, PETI di Dengilo telah lama menjadi sorotan karena dampak kerusakan lingkungan, ancaman keselamatan warga, serta potensi konflik sosial yang ditimbulkannya.
Masyarakat kini mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Pohuwato untuk tidak lagi bersikap pasif. Transparansi dan ketegasan dinilai mutlak diperlukan agar tidak muncul kesan pembiaran atau perlindungan terhadap oknum tertentu. Selain itu, Aparat Penegak Hukum (APH) juga diminta segera melakukan penyelidikan menyeluruh dan profesional guna mengungkap ada tidaknya keterlibatan Ketua BPD Desa Karya Baru dalam praktik PETI di Dengilo.
Kasus ini dinilai sebagai ujian serius bagi komitmen penegakan hukum dan integritas pemerintah daerah dalam memberantas tambang ilegal yang selama ini terus merenggut lingkungan dan menabrak aturan hukum tanpa ampun. (*)

