
TINTA NUSANTARA.CO.ID-BATANGHARI – Konflik antara petani sawit dengan Koperasi Jelutih Makmur yang bermitra dengan PT. Pratama Agro Sawit (PAS) BatinXXIV batang hari makin memanas. Persoalan lama yang sempat ditutup rapat akhirnya meledak di permukaan setelah kelompok tani angkat suara lantang.
Protes keras dilontarkan petani, lantaran koperasi yang mestinya menjadi wadah perjuangan justru dianggap bermain mata. Undangan resmi dari kelompok tani untuk membahas transparansi hasil sawit diabaikan mentah-mentah oleh ketua koperasi dan stafnya.
“Kami sudah undang mereka resmi, tapi tidak mau datang. Padahal kepala desa, staf, dan BPD hadir lengkap. Tujuan kami jelas: menanyakan hasil sawit yang dikelola koperasi, tapi angka yang kami terima sangat janggal. Bayangkan saja, hasil 1 hektar sawit hanya sekitar Rp300 ribu. Itu jelas akal-akalan!” tegas Sainusi, perwakilan kelompok tani, dengan nada geram.
Lebih parah lagi, ketika kelompok tani mencoba kembali membuka dialog secara baik-baik, mereka justru mendapat perlakuan yang memalukan. “Kami datang ke rumah bendahara koperasi, Rupaida, malah dicaci-maki. Bukannya duduk bersama mencari solusi, kami justru diperlakukan seolah-olah musuh,” ungkap Muhad jaya(nama samaran)yang tidak mau nama d publikan dengan wajah kecewa.
Permasalahan ini ternyata bukan baru. Sudah lama bergulir di tingkat bawah, hanya saja baru kali ini berani disuarakan ke publik. Saat dikonfirmasi sebelumnya, manajer PT. PAS, Santoso, hanya berkilah singkat. “Kami hanya mitra koperasi. Kalau ada masalah, silakan selesaikan dengan koperasi,” ujarnya dingin.
Pernyataan itu justru menambah bara. Masyarakat menilai PT. PAS cuci tangan dan membiarkan kisruh ini terus berlarut. Padahal, sebagai mitra strategis, perusahaan semestinya ikut bertanggung jawab memastikan hak-hak petani terpenuhi.
Kini, mata publik tertuju pada Koperasi jelutih Makmur dan PT. Pratama Agro Sawit. Warga mendesak agar pihak berwenang dan bermohon turun tangan, mengaudit pengelolaan hasil sawit, sekaligus mengungkap dugaan permainan kotor yang merugikan petani.
“Kalau begini terus, petani yang jadi korban. Koperasi dan perusahaan enak-enak saja, sementara kami yang di bawah hanya dapat sisa remah,” pungkas Sainusi dengan nada penuh amarah.(Azhar**001)

