Berani Menyikap Tabir

PT SAPM Akan Didenda, Tidak Sediakan Plasma Sesuai HGU

Mediasi Masyarakat dengan PT SAPM Ruang Pola Utama Kantor Bupati Sarolangun. Foto:Rayan

TINTANUSANTARA.CO.ID, SAROLANGUN – Konflik antara masyarakat dua desa yakni Desa Pulau Pandan dan Desa Temenggung, Kecamatan Limun dengan perusahaan PT Sinar Agung Persada Mas (SAPM) masih terus berlanjut.

Terakhir, Rabu (27/01) kemarin, Pemerintah Kabupaten Sarolangun melalukan mediasi untuk mengatasi konflik tersebut, bertempat di Ruang Pola Utama Kantor Bupati Sarolangun.

Asisten I Setda Sarolangun Drs Arif Ampera, tampak memimpin mediasi tersebut yang dihadiri pihak BPN Sarolangun, Kakan Kesbangpol Hudri, Manager PT SAPM Budi beserta jajaran, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Sarolangun, Camat Limun Sibawaihi, dan masyatakat dari dua desa tersebut.

Dari pihak masyarakat menuntut agar perusahaan PT SAPM menunaikan semua kewajiban sesuai dengan surat keputusan Kepala BPN RI nomor 65/HGU/BPN RI/2014 tentang pemberian Hak Guna Usaha atas nama PT Sinar Agung Persada Mas (SAPM) atas tanah di Kabupaten Sarolangun.

Menariknya, hingga saat ini sejak PT SAPM mendapatkan izin HGU tersebut belum menyediakan kebun plasma sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga hal itu menjadi persoalan.

Usai mediasi tersebut selesai, Manager perusahaan PT SAPM Budi saat diwawancarai awak media tidak mau berkomentar. Menurutnya persoalan ini sudah ditangani langsung oleh Pemerintah Kabupaten Sarolangun.

“Saya tidak mau komentar, karena nanti saya salah ucap, salah ini malah menimbulkan masalah baru dan ini juga sudah ditindaklanjuti dan ditangani oleh pemerintah daerah,” katanya.

Sementara itu, Asisten I Setda Sarolangun Arif Ampera mengatakan bahwa pemerintah daerah dalam hal ini sebagai mediasi atas konflik tersebut, namun tetap menjalankan sebagaimana ketentuan yang berlaku.

Mediasi Konflik ini, sudah dilakukan beberapa kali pertemuan. Pada pertemuan pertama menurutnya ada kesalahan persepsi soal kewajiban perusahaan.

Kewajiban itu menyangkut kebun plasma minimal 20 Persen dari luas HGU yang diterima oleh perusahaan PT SAPM. Kemudian 20 Persen itu dibangun maksimal tiga tahun setelah dikeluarkan HGU itu.

“Ternyata perusahaan ini tidak kooperatif, perusahaan ini diberikan HGU tahun 2014, namun pada tahun 2017 sudah selesai dibangun kebun plasma. Ini malah 2021 belum ada kebun plasma itu, sesuai pasal 60 permengan apabila perusahaan tidak mengakomodir itu maka diberikan Sanksi administratif,” katanya.

Menariknya, kata Arif, pada pertemuan pertama malah ada oknum BPN yang menyatakan bahwa 20 Persen kebun plasma diambil dari dalam HGU, tapi seharusnya kebun plasma ini dibangun di luar HGU yang merupakan lahan masyarakat dengan pola kemitraan.

“Logikanya, HGU ini kan bayar pajak, jadi siapa yang mau bayar pajaknya. Masak dio (perusahaan) mau bayar pajak kebun orang, kalau masyatakat dikenakan pajak bumi dan bangunan,” katanya.

“Pihak perusahaan juga membeli lahan masyarakat yang ada di sekeliling HGU perusahaan, sehingga luas lahan PT SAPM dari HGU tahun 2014 seluas 476 hektar yang berlaku hingga pada tahun 2045 atau selama 30 tahun, pada saat ini sudah lebih dari HGU itu,” katanya.

Arif juga menegaskan apabila dalam jangka waktu tiga tahun belum melaksanakan kewajiban menyediakan plasma itu, maka akan diberikan pertama Sanksi administratif berupa denda. Kedua peringatan terhadap peringatan terhadap Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan ketiga Sanksi berat berupa mencabut IUP.

“Kita kan bertahap, mulai dari tahapan pertama baru muncul nanti tahapan ketiga, itu ada ketentuan,” katanya.