TINTANUSANTARA.CO.ID, KERINCI, JAMBI – Masih berlanjut, kasus 6 galian C illegal yang melibatkan 7 orang tersangka, kini masuk dalam proses sidang di Pengadilan Negeri (PN) Sungaipenuh. Tujuh terdakwa adalah Rolix, Doni Cendra, Arli, Rianto, Ardi Gustian, Mukhlis, dan Nurmali yang sebelumnya diproses di Polda Jambi.
Para tersangka yang kini berstatus terdakwa akan didakwa dengan Pasal 158 UU minerba dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp 100 Miliar.
Kepastian telah digelarnya proses sidang ini diketahui setelah Aliansi Bumi Kerinci mendatangi PN Sungaipenuh melakukan audiensi, dalam rangka mendukung penegakan hukum terkait kasus tersebut, Senin (17/1/2022).
Kepada pihak PN Sungaipenuh, Aliansi Bumi Kerinci meminta PN Sungaipenuh menegakkan supremasi hukum atas kasus tersebut. Bukan tanpa sebab, dampak lingkungan yang ditimbulkan atas galian C illegal sudah meluas, seperti banjir, erosi, pencemaran sungai hingga persoalaan dampak sosial.
Justru itu, diharapkan penegakan hukum dapat memberi efek jera bagi pelaku dan pemilik galian C illegal lainnya.
“Begitupun dengan putusan sidang nanti, kita berharap dapat divonis maksimal. Karena tersiur kabar, vonis percobaan 2 bulan. Ini sangat disayangkan kalau benar, dan pasti tidak membuat efek jera, ” jelas Harmo Karimi yang didampingi seluruh anggota Aliansi Bumi Kerinci dalam prosesi audiensi.
Dalam audiensi tersebut, hakim anggota, Rafi Maulana SH, yang juga Humas PN Sungaipenuh, menjelaskan perkara kasus galian C illegal tersebut dilimpahkan oleh Kejari pada 20 Desember 2021 lalu, dan saat ini proses hukum sudah diproses sidang.
“Hari Kamis (20/1/2021) besok sidang kembali dilanjut dengan agenda pemeriksaan saksi, ” Rafi Maulana.
Dikatakannya, kasus galian C illegal tersebut terdakwa terancam melanggar UU Minerba dan UU Cipta kerja, karena kasus pertambangan seperti ini tidak diatur dalam KUHPidana.
“Ada UU khusus yaitu UU tentang Minerba. Untuk kasus ini, terdakwa didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan Pasal 158 UU minerba dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp 100 Miliar,” ungkapnya.
“Untuk putusan, itu majelis hakim yang nantinya memutuskan. Sesuai ketentuan, kalau vonis pidana itu adalah vonis kurungan rutan, bukan tahanan rumah atau kota,” sambungnya.
Ditanya mengenai status penahanan terdakwa, Rafi, memastikan status penahanan terdakwa adalah tahanan rumah.
“Statusnya tahanan rumah. Jadi, kalau terdakwa mau keluar rumah atau ke warung saja, itu harus seizin PN Sungaipenuh. Jika ditemukan terdakwa keluar tanpa izin, silahkan laporkan kepada kita, itu bisa saja status penahanannya meningkat menjadi tahanan kurungan,” ungkapnya.
“Untuk perhitungan penahanannya, 3 hari terdakwa di rumah itu sihitung 1 hari masa hukuman. Begitupun untuk proses sidangnya, juga lebih lama yaitu paling lama 270 hari, kalau tahanan rutan itu hanya maksimal 90 hari,” sambungnya.
Dia menambahkan, PN Sungaipenuh siap memproses kasus tersebut secara adil dan sesuai dengan ketentuan hukum. Selain itu, dia juga menegaskan bahwa PN Sungaipenuh dalam penanganan perkara bersifat indeoendent dan tidak dapat diintervensi, apalagi menerima imbalan dari pihak yang berperkara.
“Kasus ini ditangani langsung oleh pak Ketua PN Sungaipenuh, pak Wakil Ketua dan hakim senior, karena yang dapat menyidangkan harus memiliki sertifikat khusus, dan kita disini ada pak ketua yang memiliki sertifikat itu, ” ungkapnya.
“Jika ada pihak yang mengatasnamakan PN Sungaipenuh, meminta atau menerima pemberian sesuatu untuk mempengaruhi putusan sidang, silahkan laporkan kepada kita, kita akan tindak itu,” terangnya. (Wardizal)