TINTA NUSANTARA.CO.ID-Batang Hari – Kasus dugaan ketidakaktifan seorang perangkat desa di Desa Sungai Baung, Kecamatan Muara Bulian, terus berkembang. Selain telah lebih dari 60 hari tidak masuk kerja dan menerima tiga kali surat peringatan (SP), perangkat desa berinisial DD kini juga diduga melakukan pemalsuan tanda tangan kepala desa. Kasus ini tengah ditindaklanjuti oleh pihak kecamatan dan Inspektorat.
Camat Muara Bulian, Zuhri, sebelumnya mengonfirmasi bahwa DD telah menerima tiga kali SP dan lebih dari dua bulan tidak hadir di kantor desa. Namun, pihak kecamatan belum bisa mengambil keputusan lebih lanjut sebelum melakukan pengkajian lebih dalam terlebih dahulu.
“Saya sudah mendapatkan informasi terkait perangkat desa yang bersangkutan. Kami masih mempelajari surat pengajuan pemberhentiannya yang baru kami terima pertengahan Januari 2025,” ujar Zuhri, Senin (3/2/2025).
Selain masalah ketidakhadiran, Zuhri juga mengungkapkan bahwa ada dugaan tindakan fiktif yang dilakukan oleh DD, sehingga pihaknya telah berkoordinasi dengan Inspektorat untuk investigasi lebih lanjut.
“Kami masih menunggu hasil kajian dari Inspektorat sebelum mengambil langkah berikutnya,” tambahnya.
Seiring dengan isu ketidakhadiran, muncul dugaan bahwa DD telah memalsukan tanda tangan kepala desa untuk kepentingan administratif desa. Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengaku sudah lama tidak melihat DD aktif di kantor desa.
“Hampir setiap hari saya melihat DD tidak lagi pernah datang ke kantor desa, kemungkinan dia tidak lagi bekerja di sana,” ujarnya, Rabu (15/01).
DD sendiri membantah tuduhan tersebut. “Sampai bulan Desember kemarin, saya masih menandatangani segala urusan yang memerlukan tanda tangan saya di desa ini. Jika ada yang mengatakan saya tidak lagi aktif, itu mungkin hanya isu dari oknum masyarakat yang tidak bertanggung jawab,” katanya saat dikonfirmasi di kediamannya, Kamis (16/01).
Namun, saat ditanya soal dugaan pemalsuan tanda tangan kepala desa, DD justru memberikan jawaban yang ambigu. “Terkait persoalan tanda tangan, memang saat itu kondisinya mendesak. Saya rasa Anda paham maksud saya,” tuturnya.
Kepala Desa Sungai Baung, RW, membenarkan bahwa secara administratif DD masih menjabat sebagai perangkat desa, namun sudah lama tidak menjalankan tugasnya di kantor.
“Dia seharusnya hadir setiap hari dan berperan sebagai verifikator kegiatan. Kami sudah melayangkan SP 1 sampai SP 3 terakhir pada Desember 2024 dan sudah menyampaikan permasalahan ini kepada pejabat yang lebih tinggi. Namun, hingga saat ini belum ada informasi konkret dari pihak berwenang,” tegas RW.
RW juga mengungkapkan bahwa dugaan pemalsuan tanda tangan ini terjadi pada tahun 2023. “Berdasarkan data yang ada, DD melakukan aksinya pada tahun 2023. Semoga kedepan hal seperti ini tidak terulang lagi,” harap nya.
Ahli hukum, Ahmad Iqbal, S.H., M.H., menjelaskan bahwa pemalsuan tanda tangan merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana hingga enam tahun.
Selain itu, pemalsuan dokumen resmi seperti akta otentik dan surat kredit, sebagaimana diatur dalam Pasal 264 KUHP, bisa dihukum hingga delapan tahun penjara.
“Tidak hanya diatur dalam KUHP, pemalsuan tanda tangan juga bisa dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 51 ayat (1), dengan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun dan denda hingga Rp12 miliar,” jelas Iqbal.
Kasus dugaan pemalsuan tanda tangan ini masih dalam tahap investigasi oleh Inspektorat dan pihak berwenang lainnya. Jika terbukti benar, DD bisa menghadapi konsekuensi hukum yang berat, termasuk pemberhentian dari jabatannya.
Pihak desa berharap kejadian serupa tidak terulang di masa depan dan menegaskan bahwa setiap perangkat desa harus menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.
“Kami ingin memastikan bahwa pemerintahan desa berjalan dengan baik dan transparan,” tutup Kepala Desa RW.(Bambang .S/katul)