Gunung Pelindung Tsunami Dikeruk Tambang: Tumpang Pitu Rusak Parah, Nelayan Banyuwangi Menanggung Dampak

0

Jakarta, Tintanusantara.co.id – Menambang Emas, PT BSI Merusak Lingkungan di Gunung Tumpang Pitu Banyuwangi

Gunung Tumpang Pitu atau yang dikenal sebagai Tambang Emas Tujuh Bukit di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, kini berada dalam kondisi rusak parah akibat aktivitas pertambangan emas berskala besar. Gunung yang dulunya menjadi benteng alami pantai selatan Jawa dari terjangan tsunami, termasuk saat bencana besar 1994, kini berubah menjadi kawasan industri tambang yang menuai kontroversi.

Aktivitas pertambangan tersebut dijalankan oleh PT Bumi Suksesindo (BSI), anak perusahaan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), berdasarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang diterbitkan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi pada 2012.

Malika Dwi Ana, seorang blogger dan pegiat literasi yang aktif menulis di media sosial, menyebut kerusakan Bukit Tumpang Pitu sebagai tragedi ekologis yang nyata dan terus berlangsung.

“Tambang Emas Tujuh Bukit ini bukan sekadar soal kemajuan ekonomi. Yang terjadi adalah deforestasi massif, erosi tanah, dan polusi air yang mengalir langsung ke laut. Lingkungan benar-benar rusak dan hancur lebur,” ujar Malika, Senin (22/12/2025).

Dampak pertambangan tidak hanya dirasakan di daratan. Malika menuturkan bahwa nelayan di kawasan Pantai Pulau Merah, Pancer, dan Mustika kini menghadapi penurunan kualitas hasil tangkapan.

“Nelayan sekarang bukan menangkap ikan sehat, tapi ikan yang terindikasi tercemar limbah. Bukan untung, malah buntung,” katanya.

Ledakan tambang yang terjadi sepanjang 2024–2025 juga disebut memicu longsoran tanah ke arah laut, yang berpotensi merusak terumbu karang dan mengancam ekosistem pesisir secara multidimensi.

Malika menegaskan bahwa akar persoalan bermula dari kebijakan perizinan yang diterbitkan oleh Bupati Banyuwangi saat itu, Abdullah Azwar Anas. IUP Operasi Produksi diberikan untuk wilayah seluas sekitar 5.000 hektare, meskipun kawasan tersebut sebelumnya diketahui sebagai wilayah hutan lindung.

Secara administratif, IUP Operasi Produksi Bukit Tumpang Pitu diterbitkan berdasarkan:

-Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor: 188/547/KEP/429.011/2012, tanggal 9 Juli 2012

-Berlaku hingga 25 Januari 2030 dan dapat diperpanjang dua kali masing-masing 10 tahun

-Diubah terakhir melalui Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor: 188/928/KEP/429.011/2012, tanggal 7 Desember 2012

Sementara itu, Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi diterbitkan melalui:

-Keputusan Bupati Banyuwangi Nomor: 188/930/KEP/429.011/2012, tanggal 10 Desember 2012

-Diubah terakhir berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur No. P2T/83/15.01/V/2018, tanggal 17 Mei 2018

Namun, berdasarkan Surat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Nomor T-2122/MB.04/DJB.M/2024 tertanggal 26 November 2024, IUP Eksplorasi PT Damai Suksesindo saat ini disuspensi hingga 10 Oktober 2025.

Kasus Tumpang Pitu kembali memantik perdebatan lama tentang konflik antara investasi tambang dan keberlanjutan lingkungan. Aktivitas pertambangan di kawasan rawan bencana dan pesisir dinilai berisiko tinggi, tidak hanya terhadap ekologi, tetapi juga terhadap keselamatan masyarakat.

“Gunung ini dulu menyelamatkan Banyuwangi dari tsunami. Sekarang justru dihancurkan atas nama investasi,” tegas Malika.

Hingga kini, desakan publik agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin tambang, pemulihan lingkungan, serta perlindungan nelayan dan masyarakat pesisir terus menguat. Negara dinilai tidak boleh abai terhadap kerusakan ekologis yang dampaknya bisa berlangsung lintas generasi.(Hendriyawan)