Al Haris  Ajukan Judical Revie Ke MK, Jika Berhasil Romi-Fadhil hingga Mashuri  Ketiban Durian Runtuh Meskipun  Bakal Jadi Rival Periode Mendatang

Foto/net

TIntanusantara. Jambi – Gubernur Jambi Al Haris mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK), belum lama ini.

Al Haris bersama dengan Gubernur Sumatera Barat, Bupati Kabupaten Pesisir Barat, Bupati Malaka, Bupati Kebumen, Bupati Malang, Bupati Nunukan, Bupati Rokan Hulu, Wali Kota Makassar, Wali Kota Bukittinggi, dan Wali Kota Bontang.

Meminta negara berlaku adil dengan mengundur jadwal pilkada untuk kepala daerah yang terpilih 2020 pada 2025 mendatang. Mereka merasa dirugikan dan dilanggar hak konstitusionalnya sebagai kepala daerah akibat pemotongan masa jabatan yang tidak sesuai dengan amanat konstitusi.

Layangan mereka sekaligus mewakili 270 kepala daerah, termasuk di dalamnya Bupati Tanjungjabung Timur Romi Hariyanto, Bupati Batanghari Muhammad Fadhil Arief, Bupati Bungo Mashuri, Bupati Tanjungjabung Barat Anwar Sadat, dan Wali Kota Sungaipenuh Ahmadi Zubir.

Jika gugatan ini berhasil mereka benar-benar mendapatkan durian runtuh. Romi dan Mashuri merupakan bupati dua periode. Kemungkinan saja bakal maju Pilgub Jambi lawan Al Haris.

Masa jabatan ini semestinya berakhir pada 2026 mendatang akan tetapi dengan pilkada serentak 2024, masa mereka terpangkas 2 tahunan.

Gubernur Jambi Al Haris berkata gugatan judicial review melihat dari dinamika berkembang bahwa kepala daerah dilantik 2019 diberi waktu perpanjangan sampai masa jabatan berakhir full lima tahun.

“Nah kami juga demikian, karena kalau kita bicara UU 23 bahwa periodesasi seorang kepala daerah adalah 5 tahun. Karena pemilu serentak dimajukan (2024) jadi kami menuntut hak yang sama agar kami 9 gubernur dan bupati/wali kota ada 200 sekian ini bisa juga sama, dan kita ingin ada pilkada serentak lagi tahun 2025 akhir. Serentak pertama 2024 dan serentak kedua 2025. InsyaAllah sidang di MK secepatnya,” ujar Al Haris

Menurut Al Haris bahwa dalam surat keputusan tidak dibunyikan adanya penjabat kepala daerah.

“Misalnya November ini Pilkada, yang jadi pertanyaan apakah Desember selesai semua dengan sengketa Pilkada di MK dan sebagainya, apakah 1 Januari dilantik Gubernurnya, sementara tidak ada Pj. Kami berpikir ketika celah itu ada kami ajukan (judicial review),” sebutnya kepada wartawan media aksipost media fatner media online tintanusantara. co.id.

Diketahui, MK baru saja mengeluarkan putusan penting terkait masa jabatan kepala yang terpilih dari hasil pemilihan tahun 2018 namun baru dilantik pada 2019. MK menyatakan bahwa mereka berhak memegang jabatan selama lima tahun, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Putusan ini mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang diajukan oleh tujuh kepala daerah, yaitu Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Gubernur Maluku Murad Ismail, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A. Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Wali Kota Tarakan Khairul.(red)

 

Baca Juga
spot_img

BERITA TERBARU

Trend Minggu ini