Berani Menyikap Tabir

Akibat Tradisi Buruk Perusahaan, Ketua Komisi I DPRD Muratara Angkat Bicara

TINTANUSANTARA.CO.ID, MURATARA – Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Musi Rawas Utara Provinsi Sumatera Selatan, gelar rapat lintas Komisi, Hermansyah Samsiar kepada awak media usai rapat lintas komisi (Komisi I dan II) mediasi sengketa lahan antara PT. Dendy Marker dengan warga, Senin (15/11) pukul 10.13 WIB bertempat di Ruang Sidang Komisi I DPRD kabupaten Musirawas Utara.

Dalam hal ini, ketua komisi I DPRD Muratara, Hermansyah Samsiar mengungkapkan, ada sebuah tradisi buruk bagi perusahaan-perusahaan yang ada di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) yaitu bila dipanggil tidak datang, kalaupun datang yang datang bukan sebagai pemangku kebijakan.

“Sangat kita sayangkan, ini sepertinya menjadi tradisi, tapi tradisi yang buruk bagi Perusahaan-Perusahaan ini. Ketika ada pemanggilan dia tidak datang, walaupun dia datang, yang datang bukan sebagai pengambil kebijakan,” Katanya.

Ia menegaskan kepada pihak perusahaan bila menghadiri rapat di DPRD Muratara supaya pemangku kebijakan dapat hadir agar permasalahan yang ada tidak berlarut larut.

“Kita sesalkan ketidak hadirannya (PT. Dendy Marker) walaupun ada alas an-alasan lain tapi karna hal seperti ini sering terjadi sehingga kita ada praduga-praduga seperti itu terjadi,” Ucapnya.

Menanggapi ketidak hadiran pihak Perusahaan bila ada pemanggilan untuk melakukan rapat di DPRD, Hermansyah Samsiar menjelaskan berdasarkan peraturan dan tata tertib (Tatib) DPRD bahwa pemanggilan itu ada tahap-tahapnya yakni pemanggilan pertama, pemanggilan kedua dan pemanggilan ketiga. Apabila ketiga panggilan itu tidak datang juga maka perusahaan tersebut bisa dipidana.

“Secara yuridis ini adalah pelanggaran Hukum, kalau sudah panggilan ketiga  tidak datang berarti sudah pidana. DPRD Kabupaten juga adalah Lembaga negara tentunya untuk memanggil dan meminta penjelasan secara detail terhadap Perusahaan sudah diatur dalam undang-undang namun yang terjadi selama ini di panggilan ketiga dia datang, hanya saja yang datang mewakili Perusahaan tersebut sering kali adalah orang yang tidak bisa mengambil sebuah kebijakan (Pemutus kebijakan) tetapi mereka sudah gugur dari pidananya. Jadi akal-akalan mereka,” Ungkapnya Hermansyah Samsiar.

Lanjutnya, berdasarkan surat tahun 2014 yang ditanda tangani oleh Direkturnya (PT. Dendy Marker) bahwa perusahaan telah mengakui jika ada lahan seluas 17.793 hektar, dari luas lahan tersebut perusahaan siap mengeluarkannya sebanyak 1.151,9 hektar.

“Nah antara dua pengadu ini yaitu pak Muhamad Adil dan ahli waris Ade Ihkwanto, apakah tanah itu termasuk dalam HGU atau tanah itu ada di 1.151,9 hektar. Makanya kita minta dengan perusahaan kalau memang ada itikad baik supaya terbuka saja apalagi perusahaan itu sudah Tbk karena yang namanya Tbk itu terbuka ke publik,” Tegasnya.

Intinya kata politisi dari PKS ini, apa yang disampaikan oleh Pak Ade ini perusahaan pernah mengakui untuk mengganti rugi sebesar 6,5 juta rupiah perhektarnya tapi 6,5 juta rupiah itu di NJOP tidak manusiawi, NJOP ini berbeda antara Pertambangan dengan Perkebunan. Berarti lahan pak Ade ikhwanto ini perusahaan sudah mengakui.

“Kenapa kita katakan perusahaan sudah mengakuinya karena perusahaan ingin menggantinya sebesar 6,5 juta rupiah perhektar tetapi ganti rugi tersebut tidak diterima, dalam kenyataannya lahan itu tetap digarap, digusur, bahkan sekarang sudah berbuah pasir. Berarti ini gaya-gaya penjajah abad modern,” Pungkasnya dengan Diplomatis. (Hanapi)