Hari Ke-2 Muhibah Budaya Bamus Suku Betawi 1982 Kunjungi Kesultanan Tidore

0

Jakarta, Tintanusantara.co.id – Masih dalam rangka Muhibah Budaya, Bamus Suku Betawi 1982, Rabu (26/11/2025) melanjutkan lawatannya ke Kesultanan Tidore, Maluku Utara.

‎Perjalanan yang menempuh waktu 15 menit dengan speed boat dari Pelabuhan Bastiong, Ternate terasa menyenangkan dengan deburan ombak ditemani semilir angin selat ternate dan gunung tidore yang berdiri kokoh dengan anggunnya.

‎Melewati Pulau Maitara yang menjadi gambar dalam uang kertas pecahan seribu rupiah, tibalah rombongan di Pelabuhan Rum, Pulau Tidore.

‎Perjalanan berlanjut dengan bus menuju keraton Kesultanan Ternate selama 30 menit. Sambutan hangat dari Perdana Menteri dan Pejabat Kesultanan Tidore menyemburkan aura persaudaraan laksana kerabat yang lama terpisah kemudian bertemu kembali.

‎Keraton yang teduh, nyaman namun berwibawa seketika semakin khidmat dan sakral kala Sultan Tidore ke-37, Sultan Haji Husain Syah memasuki bangsal pertemuan di lantai dua keraton.

‎Dalam sambutan penerimaannya, Sultan yang didampingi oleh Perdana Menteri atau Jou Jau Kesultanan Ishak Nasir, Sultan menyampaikan rasa bahagia dan rasa syukur mendapatkan silaturrahmi dari Bamus Suku Betawi 1982.

‎”Tiada kata yang lebih indah kecuali rasa syukur atas kehadiran tamu yang mulia dari Bamus Suku Betawi 1982 yang jauh datang dari Jakarta mengunjungi kami sebagai saudara. Insya Allah silaturrahmi ini akan memberi berkah, memurahkan rezeki dan memanjangkan umur kita sebagai hamba Allah SWT” ucap Sultan membuka sambutannya.

‎Selanjutnya Sultan menyampaikan sejarah Tidore yang didirikan pada abad 11 masehi. “Tidore berasal dari kata “To Ado Re” yang artinya saya telah sampaikan. Sampai abad ke 15, masyarakat Tidore belum memeluk Islam. Hingga datanglah para pendakwah dari Jawa pada abad ke 15, sehingga berubah dari bentuk kerajaan awal bernama “Kolano” menjadi Kesultanan dengan Sultan pertamanya adalah Sultan Jamaluddin” terang Sultan Haji Husain Syah.

‎”Tahun 1797, Sultan Tidore yang ketiga bergelar Sultan Nuku berperang melawan Belanda selama 25 tahun. Beliau hanya 1,5 tahun tinggal di Keraton Tidore. Dan selama 23,5 tahun Beliau berperang melawan Belanda dari Pulau ke Pulau di wilayah Maluku Utara. Beliau mengatur strategi dan taktik serta terjun ke medan perang. Semuanya dilakukan hanya dengan tekad dan tujuan yaitu membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajah dan hidup damai dalam alam yang bebas merdeka” tutur Sultan.

‎Tidore pernah pula memiliki ulama besar yang berdakwah hinggal ke Afrika Selatan. Beliau adalah Abdullah Kadi Abdus Salaam. “Beliau mengembangkan dakwah hingga Beliau dipenjara oleh Belada sampai wafat di Pulau Robben, Afrika Selatan. Oleh Presiden Nelson Mandela, Beliau diberi gelar Pahlawan Nasional.Afrika Selatan” ungkap Sultan.

‎”Dan terakhir pada tanggal 10 November 2025, di Istana Negara Jakarta, Presiden Prabowo Subianto menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Zainal Abidin Syah atas jasa Beliau dalam pembebasan Irian Barat dengan menjadi Gubernur pertama Irian Barat tahun 1956-1962, dengan beribukota di Soasiu, Pulau Tidore sebelum dipindah ke Jayapura” terang Sultan.

‎Sementara itu, Ketua Badan Musyawarah Suku Betawi 1982 dalam lawatannya didampingi oleh Sekretaris Jenderal, Muhamad Ihsan dan anggota Majelis Adat Bamus Suku Betawi 1982, H. Zamakh Sari, SH, MH dan R. Ida Wara Suprida. Turut serta dalam rombongan para pengurus Bamus Suku Betawi 1982 dan ketua-ketua Dewan Pimpinan Daerah Kota se-Jakarta dan DPD Provinsi Riau.

‎Dalam sambutannya, Haji Zaenudin mengatakan bahwa maksud kedatangan Muhibah Budaya Bamus Suku Betawi 1982 adalah untuk menjalin antara dua budaya serumpun Betawi dan Tidore yang memilik banyak kesamaan baik dari segi agama, adat istiadat hingga bentuk bangunan yang hampir sama antara Betawi dan Tidore.

‎”Disamping itu, kita sama-sama memahami sebagai penjaga adat tradisi di nusantara bahwa adat istiadat dan akhlak adalah akar dari sebuah bangsa. Karena itu karakter dan budaya harus dipelihara agar bangsa ini menjadi kuat” ucap Haji Zaenudin.

‎Haji Zaenudin juga meyakini bahwa Muhibah Budaya ini akan sangat memberikan bagi persaudaraan dua budaya serumpun yang memiliki sejarah panjang dalam peradaban nusantara.

‎”Kami bercita-cita untuk menerbitkan buku tentang muhibah budaya ini, tentang pertalian budaya Betawi dan Tidore sehingga menjadi tulisan yang dapat diwarisi kepada generasi muda Betawi dan Tidore” tutup Haji Zaenudin.(Hendriyawan)